Pengantar
Dalam era digital saat ini, aset kripto telah menjadi salah satu topik yang sangat diperbincangkan, terutama terkait potensinya sebagai investasi. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah apakah aset kripto dapat dijadikan sebagai aset perusahaan? Untuk menjawab pertanyaan ini, penting untuk memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan aset kripto, serta bagaimana regulasi dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia memperlakukan aset ini dalam konteks perusahaan.
Dasar Hukum Regulasi mengenai aset kripto di Indonesia diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) melalui beberapa peraturan, antara lain:
– Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka.
– Peraturan Bappebti Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.
Selain itu, standar akuntansi yang relevan juga mencakup Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 tentang Aset Tetap dan PSAK 19 tentang Aset Tidak Berwujud.
Pengertian Aset Kripto
Aset kripto adalah komoditi digital yang tidak berwujud, menggunakan teknologi kriptografi dan jaringan informasi yang terdistribusi. Awalnya, istilah kripto lebih dikenal sebagai mata uang digital (cryptocurrency) seperti Bitcoin yang muncul pada tahun 2008. Seiring waktu, istilah ini berkembang mencakup berbagai bentuk aset digital, termasuk Non-Fungible Token (NFT).
Di Indonesia, aset kripto tidak diperbolehkan sebagai alat pembayaran karena risikonya yang tinggi dan tidak adanya otoritas yang bertanggung jawab atasnya. Namun, aset kripto dapat diakui sebagai komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka komoditi.
Dapatkah Aset Kripto Dijadikan Aset Perusahaan?
Aset perusahaan didefinisikan sebagai kekayaan yang dimiliki oleh suatu entitas yang berwujud maupun tidak berwujud, yang dapat memberikan manfaat ekonomi di masa depan. Dalam konteks ini, aset kripto dapat dimasukkan sebagai bagian dari aset perusahaan. Namun, klasifikasi aset kripto sebagai aset perusahaan bergantung pada karakteristik dan tujuan utama kepemilikan aset tersebut.
Berikut adalah beberapa pertimbangan dalam mengklasifikasikan aset kripto sebagai aset perusahaan:
1. Bukan Kas atau Setara Kas
Aset kripto tidak dapat dikategorikan sebagai kas atau setara kas karena tidak diakui sebagai alat tukar resmi dan tidak dapat secara jelas menetapkan harga barang dan jasa.
2. Bukan Instrumen Keuangan
Aset kripto juga tidak dapat dikualifikasikan sebagai instrumen atau aset keuangan karena tidak memberikan hak kontraktual atas aset atau kas dari entitas lain.
3. Tidak Memenuhi Kriteria Properti Investasi
Properti investasi biasanya memiliki bentuk fisik seperti tanah dan bangunan. Karena aset kripto tidak memiliki bentuk fisik, maka tidak dapat dikategorikan sebagai properti investasi.
4. Kualifikasi Sebagai Persediaan (Inventory)
Jika aset kripto diperdagangkan sebagai bagian dari kegiatan bisnis sehari-hari, maka dapat diklasifikasikan sebagai persediaan (inventory).
5. Kualifikasi Sebagai Aset Tidak Berwujud (Intangible Asset)
Berdasarkan PSAK 19, aset kripto yang tidak memiliki bentuk fisik dan tidak berbentuk kas dapat dikualifikasikan sebagai aset tidak berwujud. Aset ini dapat diidentifikasi, diperjualbelikan, atau ditransfer secara individual.
Penutup
Secara keseluruhan, aset kripto dapat dijadikan sebagai aset perusahaan, namun klasifikasinya bergantung pada karakteristik dan tujuan penggunaannya dalam konteks bisnis. Penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa aset kripto tersebut diklasifikasikan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku agar dapat diakui secara sah dalam laporan keuangan perusahaan.
Hive Five hadir untuk membantu Anda dalam mengelola legalitas dan perizinan usaha, termasuk dalam mendirikan PT dan mengatur aset perusahaan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hubungi tim Hive Five sekarang untuk konsultasi lebih lanjut.